*SINOPSIS
KISAHKU*
AKU TAKUT SUAMIKU TAMPAN
Namaku adalah Arina.
Aku terlahir menjadi anak kedua dari dua bersaudara. Dari kecil aku didik oleh
kedua orang tuaku dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Hal ini aku dapatkan
karena aku anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya. Aku merupakan anak yang
tergolong cerdas. Ini terbukti dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi
selalu mendapat predikat sangat baik, wajar saja banyak laki-laki yang tertarik
kepadaku. Selain cerdas, aku juga tergolong perempuan yang cantik dan bisa
dandan. Sebenarnya, sejak aku duduk dibangku SMA banyak sekali laki-laki yang
tertarik kepadaku. Aku juga tidak tahu motif mereka suka terhadapku karena apa,
yang paling penting aku sekolah dan belajar dengan baik. Setelah lulus dari SMA
aku masuk di Perguruan Tinggi ternama di daerahku. Seperti layaknya mahasiswa
baru, aku harus mengikuti masa orientasi terlebih dahulu. Pada saat itulah, aku
mengenal seorang laki-laki yang bernama Syam. Syam adalah laki-laki yang sangat
tampan, baik, sholih dan sangat tepat untuk menjadi seorang pemimpin dalam
rumah tangga. Selain itu, dia adalah seorang model terkenal di kotaku.
Perkenalanku
dengan Syam semakin hari semakin dekat. Akhirnya kami pun mulai menjalin
hubungan. Hari-hari terlewati dengan sangat bahagia. Namun, kebahagian ini tidak
berjalan lama, karena aku mulai mencintai orang lain yang tak lain adalah teman
satu kelasku yang bernama Raihan. Raihan selalu memberikan apa yang aku
butuhkan dan selalu ada disampingku. Kedekatanku dengan Raihan mulai diketahui
oleh Syam. Tanpa fikir panjang Syam mengakhiri hubungan kami.
Kisah cinta yang
aku jalin dengan Raihan pun tidak dapat berjalan lama, hanya dapat berjalan
selama satu tahun. Raihan yang aku kenal dulu kini sudah berubah. Dia memiliki
banyak perempuan yang dijanjikan untuk dinikahi, dia semakin tidak peduli
denganku, dia sering membentak dan berkata kasar padaku. Akhirnya, aku
memutuskan untuk menghakhiri hubungan yang menyiksa hati ini.
Setelah aku putus
dengan Raihan, aku baru menyadari bahwa Syam adalah satu-satunya laki-laki yang
sangat aku cintai. Aku berusaha untuk mencari kabar Syam dengan bertanya kepada
teman-temannya. Usahaku pun sia-sia. Aku mendapatkan kabar dari Fahmi, seorang
sahabat Syam. Fahmi bercerita padaku kalau Syam sekarang tengah bahagia dengan
kekasih barunya yang bernama Ana. Hatiku hancur, tetesan air mata pun tak bisa
aku bendung. Hari-hariku semakin terasa sunyi, jalani hidup tanpa tujuan yang
pasti. Keadaan ini membuatku bertekad untuk membawa Syam kembali ke pelukanku
lagi.
Setiap hari aku
kirimkan pesan singkat kepada Syam untuk mengetahui kabarnya. Aku bawakan bekal
makan siang untuknya. Setiap hari minggu aku luangkan waktu untuk menelponnya.
Namun, perjuanganku ini tidak dapat berjalan lancar. Suatu hari, ketika aku
mengirimkan pesan singkat kepada Syam, ternyata Ana yang membalas pesanku. Aku
dicaci maki melalui pesan singkat itu. Keesokan harinya, aku didatangi oleh
Ana. Aku mencoba meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Namun, aku malah
mendapatkan caci maki darinya. Hatiku rasanya sakit menerimanya, tetapi aku
tetap bersabar menjalaninya. Semua aku lakukan untuk mendapatkan cinta Syam
kembali.
Suatu hari, ketika
jam istirahat tiba aku makan dikantin. Pada saat inilah aku mendengar kabar
dari Fahmi bahwa hubungan Syam dengan Ana telah berakhir. Hubungan mereka
berakhir karena Ana telah mencintai orang lain. Setelah mendengar kabar itu,
aku segera menghubungi Syam untuk mengajaknya pergi ke sebuah cafe ternama di
kotaku. Syam pun menerima ajakanku. Berawal dari inilah, aku dan Syam mulai
menjalin persahabatan.
Persahabatan yang kami
jalani membuat hubungan kami semakin dekat. Hubungan kami semakin serius
setelah kami lulus dan Syam telah diterima menjadi Dosen di salah satu
Perguruan Tinggi Negeri. Saat yang aku tunggu-tunggu pun tiba, Syam dan kelurganya
datang kerumahku untuk pertunangan kami. Tak lama dari hari pertunangan itu,
kami pun menikah. Pernikahan kami membuat aku semakin mencintai Syam, suamiku.
Aku selalu berusaha menyiapkan apa yang dibutuhkan oleh suamiku.
Rasa cintaku yang
begitu besar kepada suamiku membuat aku menjadi posesif kepadanya. Setiap pagi
sebelum suamiku pergi kerja, aku selalu berpesan untuk selalu mengingatku dan
melarangnya untuk berteman dengan perempuan. Setiap satu jam sekali, aku selalu
menelpon suamiku. Ketika jam makan siang, aku selalu menemuinya untuk
membawakan makan siang. Sesampai dirumah dari tempat kerjanya, aku selalu
meminta handphone milik suamiku untuk aku lihat pesan dan telephon yang dia
lakukan seharian ini. Ketika aku tahu suamiku melakukan komunikasi dengan
perempuan, maka perempuan itu segera aku datangi dan aku caci maki. Kegiatan
itu menjadi rutinitasku untuk menjaga suamiku yang tampan.
Suatu ketika
keuangan keluarga kami mengalami penurunan, karena gaji suamiku tidak mencukupi
untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Keadaan ini mengharuskan suamiku kembali
ke dunia model. Akhirnya dia pun menerima beberapa tawaran untuk menjadi model
iklan suatu produk ternama. Aku menyetujui keputusan suamiku dengan syarat aku
harus boleh mengikuti seluruh sesi pemotretan suamiku. Suamiku pun menyetujui
hal tersebut. Semenjak saat itu, suamiku kembali menjadi bintang model. Dia
memiliki penggemar perempuan-perempuan cantik. Aku merasa sangat ketakutan
dengan keadaan ini. Aku takut suamiku akan menyukai perempuan lain. Aku selalu
mengikuti kemana pun suamiku pergi, aku yang menentukan apa yang boleh dan yang
tidak suamiku lakukan.
Pada suatu ketika,
suamiku harus menjalani sesi pemotretan bersama dengan seorang model cantik.
Melihat hal tersebut, aku terbakar api cemburu. Aku melarang suamiku untuk
melanjutkan sesi pemotretan tersebut. Suamiku pun menyetujui permintaanku,
karena dia tahu kalau aku sangat mencintainya dan takut kehilangannya. Kejadian
ini selalu terjadi tiap kali ada sesi pemotretan bersama dengan model cantik.
Hal ini mengakibatkan suamiku tidak mendapatkan tawaran untuk menjadi model
lagi.
Pertengkaran hebat
antara aku dan suamiku tidak dapat terelakkan. Suamiku merasa sudah jenuh,
bosan dan sangat marah dengan kelakukanku selama ini. Dia merasa aku tidak
percaya dengan cintanya kepadaku. Ternyata suamiku selama ini juga memendam
rasa benci dengan sikapku seperti itu. Dia sering mendapatkan ejekkan dari
rekan-rekannya, akibat dari sikapku yang posesif kepadanya. Bahkan dia
mendapatkan julukkan “STI (Suami Takut Istri)”.
Sekarang dia sudah
mulai berubah. Dia tidak mau lagi untuk aku ikuti kemana pun dia pergi, dia
tidak mengangkat telephonku, dia tidak mau membalas pesanku. Bahkan dia sering
pulang kerja larut malam dan sering aku lihat dia berfoto dengan perempuan.
Rumah tangga kami semakin hari semakin berada pada ambang perceraian. Pertengkaran
selalu terjadi tiap kali aku bertanya tentang sikapnya yang berubah. Dia selalu
menyalahkan aku. Aku tidak sanggup lagi mengahadapi perubahan suamiku. Akhirnya
aku putuskan untuk pulang kerumah orang tuaku dan bekerja disana.
Dirumah orang
tuaku, aku menjalani kehidupan dibawah tekanan. Walaupun aku dapat berkumpul
dengan saudara-saudara dan kedua orang tuaku. Namun, kebahagian itu terasa
tidak lengkap tanpa hadirnya suami yang sangat aku cintai. Kedua orangtuaku
menyuruhku untuk kembali kerumah suamiku dan meminta maaf, agar kami bisa memperbaiki
rumah tangga yang sudah berada diambang kehancuran. Aku juga mendapat berbagai
nasehat dari guru mengajiku bahwa suamiku bukan laki-laki yang gila perempuan. Guru
mengajiku sangat tahu akan perilaku dari suamiku sejak masih muda. Dia selalu
berbakti kepada orangtua dan suka membantu sesama. Nasehat-nasehat ini
menyadarkanku bahwa selama ini aku salah besar, aku selalu kurang percaya
kepada suamiku karena dia terlalu tampan dan aku takut dia meninggalkanku.
Setelah beberapa
bulan, aku pun memutuskan kembali kerumah suamiku. Aku kembali untuk meminta
maaf atas semua perbuatanku selama ini. Aku berharap dapat memperbaiki rumah
tanggaku bersama suamiku. Suamiku menerima kedatanganku dengan baik. Dia
bersedia memaafkan semua kesalahanku padanya. Dengan penuh harapan, aku
memiliki keyakinan bahwa suamiku bersedia memperbaiki rumah tangga kami.
Waktu makan malam
telah tiba. Aku sudah memasak makanan kesukaan suamiku. Aku berharap suamiku
memuji masakanku. Tak berapa lama, suamiku datang dan duduk di dekatku. Dia
mengenggam tanganku dan mengatakan bahwa dia sudah memaafkan aku. Dia masih
sangat mencintaiku. Mendengar kata-kata tersebut, tangis bahagia mulai terasa
membasahi pipiku. Suamiku juga membeli sebuah rumah baru untuk tempat tinggalku
bersamanya. Aku merasa bahagia dan aku pun memeluk suamiku dengan penuh penyesalan
dan deraian air mata. Mulai saat itu, aku berjanji pada suamiku dan diriku
sendiri, jika aku akan selalu percaya pada cinta, ketulusan dan kasih sayang
suamiku.
Setelah beberapa
bulan tinggal bersama dengan suamiku, aku positif hamil. Hal ini menjadikan
rumah tangga kami semakin harmonis dan sangat romatis, suamiku sangat cinta
kepadaku. Terkadang aku tetap memiliki rasa was-was akan kehilangan suamiku.
Namun, aku selalu berusaha membuang
perasaan itu. Aku menyadari bahwa ketampanan yang dimiliki oleh suamiku adalah
anugrah Tuhan yang telah diberikan padaku. Aku harus menjaga anugrah itu, agar
tetap menjadi milikku.
----SELESAI----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar